BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena
kontak dengan pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh
bakteri, virus atau jamur, dan penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005).
Menurut Donna L.Wong dkk stomatitis adalah imflamasi
mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah,
gusi, angit-langit dan dasar mulut. Stomatitis
merupakan infeksi umum yang bisa meluas ke mukosa bukal, bibir dan palatum (William
dan wilkins, 2008).
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu
peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih
kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR
dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial,
lateral dan ventral lidah, dasar mulut, dan palatum lunak dan mukosa orofaring.
SAR
merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya
penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling
menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan
karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa
sangat terganggu. Apalagi jika SAR dialami oleh bayi dan atau anak-anak
dengan frekuensi yang tinggi akan akan membuat bayi dan atau anak tersebut akan
mengalami komplikasi yang bernahaya. Beberapa
ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi
lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang
sama.
Klasifikasi
Stomatitis:
1.
Stomatitis apthous
Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan dengan
sikat gigi, stomatitis ini
terdiri atas:
a.
Rekuren apthous
stomatitis minor
b.
Rekuren Apthous
Stomatitis Major
c.
Herpetiformis apthous
stomatitis
2.
Oral thrush disebabkan jamur candida albicans, banyak dijumpai di lidah;
3.
Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes simpleks dan
berlokasi di bagian belakang tenggorokan.
2.2 Epidemiologi
Penyakit infeksi pencernaan pada
anak yaitu stomatitis dialami 15-20 % pada masyarakat dan 80% pada usia > 30
tahun, bila di atas usia tersebut kemungkinan besar penyebabnya merupakan
suatu yang lebih kompleks. Di Amerika terdapat 29,6 % dari perokok mengalami
stomatitis. Sedangkan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren ) lebih banyak terjadi pada
wanita.
Prevalensi stomatitis bervariasi tergantung pada daerah
populasi yang diteliti. Dari penelitian-penelitian epidemiologi menunjukkan
pada umumnya, prevalensi stomatitis berkisar 15-25% dari populasi. Di Amerika,
prevalensi tertinggi ditemukan pada mahasiswa keperawatan 60%, mahasiswa
kedokteran gigi 56% dan mahasiswa profesi 55%. Resiko terkena stomatitis
cenderung meningkat pada kelompok sosioekonomi menengah ke atas, ini
berhubungan dengan meningkatnya beban kerja yang dialami kalangan profesi atau
jabatan-jabatan yang memerlukan tanggung jawab yang cukup besar, pada wanita
dan individu yang stres, seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian.
2.3 Etiologi
Stomatitis dapat terjadi pada anak
dan bayi. Pada anak sariawan dapat disebabkan oleh:
1.
daya tahan tubuh anak yang
rendah;
2.
kondisi mulut anak seperti
kebersihan mulut yang buruk;
3.
luka pada mulut karena tergigit
atau makanan dan minuman yang terlalu panas;
4.
kondisi tubuh seperti adanya
alergi atau infeksi;
5.
luka akibat menyikat gigi
terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah mengembang;
6.
kekurangan vitamin c dan
vitamin b;
7.
faktor psikologis (stress);
8.
pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi
penyebab dari sariawan. pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;
9.
jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan
penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno). berasal dari kadar imunoglobin
abnormal;
10. gangguan
hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis
aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.
2.4
Tanda dan Gejala
1. Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis dapat
diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser
major, dan ulser herpetiform
a.
Rekuren apthous
stomatitis minor
Sebagian besar klien (80%) yang
menderita bentuk minor ditandai dengan ulser berbentuk bulat atau oval dan
dangkal dengan diameter yang kurang dari 5 mm serta pada bagian tepinya terdiri
dari eritematous. Ulserasi bisa tunggal ataupun merupakan kelompok yang terdiri
atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan
bekas. Ulkus ini mempunyai kecendrungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang
terletak pada kelenjar saliva minor

Gambar 1. Minor apthous ulcer
Sumber : Laskaris G. Pocket atlas of
oral desease.
Second
Edition. New York: Thieme; 2006.
Ulkus yang berkelompok dapat menetap
dalam jangka waktu beberapa bulan. Ulserasi yang menetap seringkali sangat
sakit dan biasanya mempunyai gambaran tak teratur. Frekuensi SAR lebih sering
pada laki-laki daripada wanita dan mayoritas penyakit terjadi pada usia antara
10 dan 30 tahun. Pasien dengan ulser minor mengalami ulserasi yang berulang dan
lesi individual dapat terjadi dalam jangka waktu pendek dibandingkan dengan
tiga jenis yang lain. Ulser ini sering muncul pada mukosa non keratin. Lesi ini
didahului dengan rasa terbakar, gatal dan rasa pedih dan adanya pertumbuhan
makula eritematus. Ulserasi berdiameter
3-10 mm dan sembuh tanpa luka dalam
7-14 hari.
b.
Rekuren Apthous
Stomatitis Major
Rekuren apthous stomatitis major diderita kira-kira 10% dari
penderita SAR
dan lebih hebat dari bentuk minor. Secara sederhana, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3
cm dan berlangsung selama empat minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian
mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah-daerah yang berkeratin. Dasar
ulser lebih dalam, melebihi 0,5 cm dan seperti ulser minor, hanya terbatas pada
jaringan lunak tidak sampai ke tulang.

Gambar
2. Mayor
apthous ulcer
Sumber
: Laskaris G. Pocket atlas of oral desease.
Second
Edition. New York: Thieme; 2006.
Ulser mayor dikenal sebagai periadenitis
mukosa nekrosis yang rekuren atau disebut juga penyakit Sutton. Penyebabnya
belum diketahui secara pasti, namun banyak bukti yang berhubungan dengan defek
imun. Tanda adanya ulser seringkali dilihat pada penderita bentuk mayor.
Jaringan parut terbentuk karena keparahan dan lamanya lesi terjadi. Awal
dari ulser mayor terjadi setelah masa puberti dan akan terus menerus tumbuh
hingga 20 tahun atau lebih.
c.
Herpetiformis apthous stomatitis
Istilah herpertiformis digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi
herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil pada satu waktu) mirip
dengan gingivostomatitis herpetik primer
tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peranan dalam etiologi ulserasi
herpertiformis atau dalam setiap bentuk ulserasi aptosa.

Gambar 3. Multiple herpetiform ulcers
Sumber : Laskaris G.
Pocket atlas of oral desease.
Second Edition. New
York: Thieme; 2006.
Herpertiformis
apthous stomatitis menunjukkan lesi yang besar dan
frekuensi terjadinya berulang. Pada beberapa individu, lesi berbentuk kecil dan
berdiameter rata-rata 1-3 mm. Gambaran dari ulser ini adalah
erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang
membesar, bergabung dan mnjadi tak jelas batasnya. Pada awalnya ulkus-ulkus
tersebut berdiameter 1-2 mm dan timbul berkelompok terdiri atas 10-100. Mukosa
disekitar ulkus tampak eritematous dan diperkirakan ada gejala sakit.
2. Oral thrush
Sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya banyak dijumpai di lidah. Pada keadaan
normal, jamur memang terdapat di dalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh anak
menurun, ditambah penggunaan obat antibioka yang berlangsung lama atau melebihi
jangka waktu pemakaian, jamur Candida
Albican akan tumbuh lebih banyak lagi.
3. Stomatitis Herpetik
Sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di bagian belakang tenggorokan.
Sariawan di tenggorokan biasanya langsung terjadi jika ada virus yang sedang
mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah sehingga sistem imun
tidak dapat menetralisir atau mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah
ulser.
2.5 Patofisiologi
Stomatitis
yang disebabkanberbagai macam faktor, diantaranya bakteri, jamur dan faktor
traumatic seperti tergigit atau tergores sikat gigi. Penyebab oleh Candida
Albicans (monilia: thrush) banyak dijumpai pada bayi. Stomatitis terlihat
sebagai titik-titik putih kecil di bagian dalam pipi,lidah, dan atap mulut.
Agak mirip dadih susu namun memiliki ukuran yang lebih besar dan dapat dengan
mudah dilepaskan menggunakan spatula. Candida albicans dapat di kultur dalam
jumlah besar dari apusan namun sering dapat dapat di kultur dari mulut atau
tenggorokan anak sehat. Stomatitis berupa reaksi inflamasi dan lesi ulseratif
dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring.
Gingigo-stomatitis herpetica (HGS) disebabkan oleh herpes virus simpleks dapat
menyebabkan infeksi primer atau kekambuhan yang tidak terlalu berat. Infeksi
primer di mulai dengan faring menjadi edema dan eritema, vesikula muncul pada
mukosa menyebabkan nyeri berat dan bau napas khas. Penyakit ini dapat
berlangsung 5 sampai 14 hari dengan berbagai keparahan.
2.6
Komplikasi dan
Prognosis
2.6.1 Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan
dasar manusia:
a.
Pola nutrisi : nafsu makan
menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
b.
teratur
c.
Pola aktivitas : kemampuan
untuk berkomunikasi menjadi sulit
d.
Pola Hygine : kurang menjaga
kebersihan mulut
e.
d.Terganggunya rasa nyaman :
biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:
1.
Komplikasi akibat kemoterapi
Karena sel
lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang mirip dengan
leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya berhubungan
dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral
bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal,
dan palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum
keras dan gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel
epithelial. Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik
yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau
berkombinasi dengan ionisasi penyinaran radiasi.
2.
Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran
lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan histologis dan fisiologis
pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi juga menghasilkan
gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung, termasuk glandula
saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan
gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke
tulang, hancurnya tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan
nekrosis. Radiasi pada daerah kepala dan leher serta agen antineoplastik
merusak divisi sel, mengganggu mekanisme normal pergantian mukosa oral.
Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat kemoterapi, pada volume
jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya bagi pasien
sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan toksik
atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat
mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler
3.
Komplikasi Akibat Pembedahan
Pada pasien
dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah, maka
debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi
sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi
hiperbarik oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi
kapiler baru terhadap jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan
pada debridemen pembedahan.
2.6.2 Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang
menyebabkan adanya gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat
disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan
maka yang harus dilakukan adalah dengan mengganti obat. Stomatitis yang
disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus,
memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.
2.7
Pengobatan
Stomatitis akan sembuh sendiri dalam rentang waktu
10-14 hari. Stomatitis umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang
terkadang menyebabkan pederita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah
parah dapat menyebabkan demam. Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan
beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep (yang mengandung antibiotic dan
penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Saat ini sudah banyak
tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi terjadinya stomatitis. Jika
stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat menggunakan antibiotic dan obat
penurun panas (bila disertai demam). Stomatitis umumnya akan sembuh dalam waktu
4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung sembuh, segera periksaan ke dokter
karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya kanker mulut.
Penatalaksanaan
medis pasein dengan stomatitis adalah sebagai berikut.
1. Sembuhkan
penyakit atau keadaan yang mendasarinya
2. Diet lunak atau
halus
3. Pemberian
antibiotik
Antibiotik
diberikan arus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya. Selain diberikan
emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2–3 ulcersi
minor, pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti
triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah
makan dan menjelang tidur. Tetrasiklin dapat diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada respon atau perbaikan keadaan
terhadap pemberian kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson atau
talidomid.
4. Terapi
Pengobatan
stomatitis yang disebabkan oleh herpes bersifat konservatif. Pada beberapa
kasus diperlukan antivirus untuk menghilangkan faktor penyebab. Gejala lokal
yang terjadi dapat diatasi dengan berkumur air hangat dicampur dengan air garam
dan penghilang rasa sakit topikal. Penderita harus menghindari penggunaan
antiseptik karena dapt mengiritasi. Pada intinya, pengobatan stomatitis
ditujukan untuk menghilangkan rasa sakit topikal. Namun, apabila ingin
mendapatkan hasil pengobatan jengka panjang yang efektif maka penderita harus
menghindari faktor pncetus stomatitis. Terapi yang dapat digunakan antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Injeksi vitamin
B12 IM. Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk bulan pertama dan
kemudian 1000 mcg per bulan untuk pasien dengan level serum vitamin B12 di
bawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropati peripheral atau anemia makrocytik, dan
pasien yang berasal dari golongan sosial ekonomi kurang mampu.
b. Tablet vitamin
B12 sublingual (1000 mcg) per hari.
2.8
Pencegahan
Pencegahan pada stomatitis ditekankan
untuk menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. hindari faktor
etiologi;
2. pihara kesehatan
gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama makanan yang
mengandung vitamin B12 dan zat besi;
3. hindari stress
yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala;
4. usahakan untuk
selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;
5. hati-hati saat menggosok gigi anak agar
tidak menimbulkan luka pada mulut;
6. hindari memberikan makanan yang terlalu
panas pada anak, berikan makanan yang lembut dan mudah ditelan;
7. hindari memberikan anak dot yang
berkontur kasar dan terbuat dari karet yang keras;
8. perbanyak makan yang mengandung B3
seperti serelia, hati, ayam, daging, kacang-kacangan, apukat dan lain
sebagainya;
9. ajurkan
anak makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan kususnya bervitamin
c;
10. aturlah makanan agar tetap seimbang
sehingga tidak kekurangan gizi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar